AHLAN WASAHLAN DI BLOG PONDOK PESANTREN NUR AL TAUHID MARUNDA JAKARTA UTARA

Selasa, 10 November 2020

PERBUATAN YANG TIDAK DILAKUKAN NABI, HARAMKAH KITA MENGERJAKANNYA ?





Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid’ah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum (istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah.

Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tarku dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.

Al-Imam Syekh Abdullah al Ghomariy mengatakan ; “Setiap perkara apapun yang ada landasannya dari Syara’ maka itu bukan bid’ah. walaupun tidak dikerjakan oleh Salaf”

[Husnu At-Tafahum wa Ad-Dark fiy Masail At-Tarku]

Dalam kitab lain disebutkan, ”Setiap perkara yang memiliki landasan Syara’ dan walaupun tidak dikerjakan oleh Salafu Shaleh, maka itu tidak buruk”.

[Mafhum Al-Bid’ah ‘Inda Ulama’ Al-Ummah]

Kaidah Ushul mengatakan, “apa yang ditinggalkan tidak menunjukkan bahwa sebuah perbuatan terlarang (haram)”

Untuk menunjukkan sesuatu itu haram, Alquran dan sunnah menggunakan lafazh-lafazh larangan, tahrim atau ancaman siksa (‘iqab), seperti:

ولا تقربوا الزنا الإسراء :

Artinya “…dan janganlah engkau dekati zina…”(Al-Isra:32)

ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل البقرة

Artinya “…dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan cara yang batil…”(Al-Baqarah:188)

حرمت عليكم الميتة و لحم الخنزير المائدة

Artinya “Diharamkan atasmu bangkai dan daging babi…”(Al-Maidah:3)

Dari nash-nash di atas, para ulama mengistimbat hukum bahwa zina, memakan harta orang lain secara batil, memakan bangkai dan babi serta berbohong adalah haram. Dan tidak pernah di dalam istimbat hukum, para ulama kita menggunakan tarku Nabi (sesuatu yang ditinggalkan atau tidak dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sebagai hujjah untuk mengharamkan sesuatu.

Perhatikan ayat dan hadits berikut ini:

وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا الحشر:


“…dan apa-apa yang Rasul datangkan kepadamu maka ambillah dan apa-apa yang Rasul larang maka tinggalkanlah…”(Al-Hasyr:7)

Dari ayat di atas sangat jelas bahwa kita disuruh meninggalkan sesuatu jika dilarang Rasul, bukan ditinggalkan atau tidak dilakukan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam .

Coba perhatikan bunyi ayat di atas: وما نهاكم عنه bukan وما تركه.

Kemudian coba perhatikan hadits berikut ini:

قال قا ل صلى الله عليه و سلم: ما أمرتكم به فأتوا منه ما ستطعتم وما نهيتكم عنه فاجتنبوه رواه البخاري

Nabi Saw bersabda: “Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah !”

Dari hadits di atas sangat gamblang bahwa bunyi haditsnya:
وما نهيتكم عنه” dan bukan وما تركته فاجتنبوه

Para ulama ushul fiqih mendefinisikan sunnah (السنة) sebagai: perkataan (القول), perbuatan (الفعل) dan persetujuan (التقرير) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan tarku-nya (الترك). Jadi siapapun yang melakukan sesuatu dan sesuatu itu tidak pernah dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa dikatakan dia telah bertentangan dengan sunnah, sebab tarku bukan bagian dari sunnah.

Para ulama ushul fiqih telah bersepakat semuanya bahwa landasan hukum (hujjah) untuk menentukan sesuatu itu wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh dengan empat landasan hukum yaitu: Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Dan tidak pernah at-tarku dijadikan sebagai landasan hukum (hujjah).

Jika ada yang mengatakan bahwa ada ”Sunnah Tarkiyyah” maka itu jelas-jelas telah menambah-nambah dan membuat-buat dalil dalam agama dan itu bid’ah dhalalah.

Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Imam Syafi’i, Imam Abu Muhammad Abdullah Qutaibah didalam Al-Ikhtilaf fi Lafdzi wa Ar-Rad ‘alaa Al-Jahmiyyah wa Al-Musyabbihah : “perbuatan membid’ahkan pendapat yang masih bersandarkan hujjah dalam agama Allah adalah bid’ah”.

Wassalam,

Disarikan dari tulisan Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Fakultas Syariah Wal Qanun dengan beberapa penambahan.

Referensi ;

– Kitab Husnut-Tafahumi wa Ad-Darki Limas’alatit-Tark
– Mafhum Al-Bid’ah ‘Inda Ulama’ Al-Ummah.

 


 

 


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar