AHLAN WASAHLAN DI BLOG PONDOK PESANTREN NUR AL TAUHID MARUNDA JAKARTA UTARA

Jumat, 12 Juli 2019

Hikmah 1






الحَمْدُ لِلهِ اللَّذِي فَتَحَ لِأَوْلِيَائِهِ بَابَ مَحَبَّتِهِ وَطَاعَتِهِ وَوَفَّقَهُ لِطَاعَتِهِ وَحِدْمَتِهِ
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لِاُلُوْهِيَّتِهِ وَرُبُوْبِيَّتِهِ وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَحَلْقِهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ حَلْقِهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَاتِهِ وَأَتْبَاعِهِ اَمَّابَعْدُ

Berkata Imam Ahmad ibnu Athoillah 

وَمِنْ عَلَامَةِ الِاعْتِمَادِ عَلَى العَمَلِ نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وجُوْدِ الزَّلَلِ. 

Artinya sebagian dari tanda yang menunjukkan seseorang bergantung  pada amal perbuatannya adalah kurangnya mengharap rahmat Allah ketika melakukan kesalahan atau kemaksiatan.


Ketaatan atau amal baik yang mendatangkan pahala itu hanya ada tiga macam amal, karena rukun (isi) agama islam itu ada tiga. Siapa yang mengerjakan 3 perkara ini maka dia telah sempurna membangun agama, yaitu :

          1. Amal Islam  2. Amal Iman 3. Amal Ikhsan.

Amalan islam adalah perintah mengerjakan sesuatu dan meninggalkan sesuatu dengan anggota badan, yang mana tujuannya adalah untuk membaguskan semua anggota badan kita, mulai dari ujung kaki hingga kepala. Dari lima rukun islam yang menjadi pokok, masih banyak lagi amal dhohir yang bisa dikerjakan. Namun dari sekian banyak amal dhohir yang paling dahulu dikerjakan bagi seorang murid adalah taubat (membersihkan diri) dari segala kemaksiatan, lalu takwa (berpakaian), dan yang terakhir istiqomah (langgeng) dalam segala keadaan. 

Amalan iman adalah perintah untuk menata keyakinan dalam diri dan ini bukan lagi tugas anggota badan yang di luar tapi tugas hati. Tujuan melakukan amalan ini adalah untuk membaguskan hati kita. Diantara semua amalan hati yang paling dahulu dikerjakan bagi seorang murid adalah ikhlas (karena Allah) dalam setiap tindakan, lalu sidiq (sesuai luar dalam), lalu tumakninah (tentram hatinya menghadap Allah).

Amalan ikhsan adalah perintah untuk selalu menyadari keberadaan Allah dalam setiap amalan yang dikerjakan. Tujuan dari amalan ini adalah untuk membaguskan tujuan kita. Dimulai amalan ikhsan bagi seorang murid adalah dengan muroqobah (merasa diawasi oleh Allah), lalu musyahadah (merasa melihat allah), lalu ma’rifah (sampai kepada Allah).

Nasehat pertama dari Syeh Ahmad ibnu Athoillah ini agar seorang murid tidak menggantungkan keselamatan atau kesengsaraan dirinya kelak di akherat pada amal yang telah diperbuatnya. Seperti merasa bahwa amal baik yang telah diperbuatnya akan memasukkan dia ke dalam surga atau merasa bahwa amal buruk yang telah dilakukannya akan memasukkannya ke dalam neraka, hingga tidak berharap lagi pada rahmat Allah SWT. 

Maka ketahuilah, bahwa orang-orang yang lebih mengenal Allah itu tidak pernah berkurang sedikit pun pengharapannya pada Allah, baik dalam keadaan melakukan amal kebaikan atau pun ketika mereka sedang diuji melakukan amal keburukan. Tidak berkurangnya harapan mereka pada rahmat Allah SWT itu karena mereka tidak pernah bergantung pada amal perbuatannya. Harapan mereka hanya digantungkan pada anugerah Allah SWT.

Ada penjelasan menarik dari Kyai Sholeh darat, beliau berkata sesungguhnya perkara yang wajib dipedomani bagi orang yang beriman secara teguh adalah selalu bergantung hanya kepada Allah SWT saja, tidak kepada yang lain. Maksudnya jangan pernah kita menggantungkan diri kepada selain Allah SWT. Semua yang ada pada diri kita, mulai dari pengetahuan, amal ibadah, kedudukan, harta hingga bapak, ibu, guru, semuanya tidak boleh kita andalkan. Maksudnya jangan pernah punya keyakinan bahwa semua itu bisa memasukkan kita ke dalam surga atau menyelamatkan kita dari neraka... Jangan. 


Dan jangan pula beranggapan bahwa amal ibadah bisa membuat kita sampai kepada Allah SWT, jangan demikian. Bukankah kita telah mendengar cerita tentang seorang pendeta yang bernama Bal’an bin Ba’uro, juga yang terjadi pada Qorun, padahal keduanya adalah ahli ibadah. Adapun Qorun adalah seorang ulama dikalangan bani Israil, yang mana keduanya mati dalam keadaan kafir. Dan juga kita telah mendengar pada cerita tentang Dewi Asiah binti Muzakhim ra salah seorang istri fir’aun yang menjadi hamba yang dikasihi Allah SWT hingga nanti akan menjadi istri Baginda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم di akherat dalam surganya Allah سبحانه وتعالى


Oleh karena itu wahai saudaraku adanya iman dan kafir, masuk neraka atau masuk surga adalah semata-mata karena anugerah Allah dan keadilan Allah SWT, tidak karena ibadah atau ma’siat seseorang.... Tidak. Tetapi adanya ibadah atau kema’siatan seseorang hanyalah alamat atau sebab yang dijadikan Allah pada hamba yang akan dimasukkan ke dalam surga atau akan dimasukkan ke dalam neraka, bukan ibadah itu sendiri yang bisa membuat seseorang masuk surga atau terbebas dari neraka. 

Ambillah juga sebagai gambaran tentang cerita yang terjadi pada anak Nabi Nuh عليه السلام juga cerita yang terjadi pada istri Nabi Luth عليه السلام, kedua mati dalam keadaan kafir. Tidaklah bisa seorang bapak menyelamatkan anaknya dan seorang suami tidak bisa menolong istrinya dari siksa Allah SWT, walaupun keduanya seorang Nabi. Maka setiap orang yang beriman wajib hanya bergantung kepada Allah SWT saja, jangan bergantung kepada selain Allah SWT... Jangan. 

Ketika kita bisa melihat dengan jelas dalam masalah ini, maka bagi orang yang mempunyai akal sempurna sudah seharusnya hanya bergantung kepada Allah سبحانه وتعالى saja di dalam setiap masalah. Seperti urusan rejeki, sungguh jangan pernah merasa bahwa ada selain Allah yang bisa memberi manfaat kepada kita  atau menjadikan kesengsaraan pada kita... Sungguh jangan. 

Juga seseorang yang telah melakukan kema’siatan lalu hatinya berkata bahwa aku pasti akan masuk neraka karena kema’siatanku ini, kesalahanku terlalu besar untuk dimaafkan dan Allah tidak akan pernah mengampuninya. Janganlah bicara begitu, tidak boleh. Justru sebaliknya orang yang telah melakukan kemaksiatan itu harus tambah mendekat kepada Allah dan mengakui bahwa kemaksiatan yang terjadi ini muncul atas sifat Qohhar (yang bebas mengatur segala sesuatu)-Nya. Dan kita harus takut kepada Allah, karena bisa saja nanti kita dijerumuskan lagi menjadi orang yang terus melakukan maksiat oleh Allah.... Takutlah kepada Allah. Yang terpenting bagi murid adalah harus punya harapan penuh pada Allah سبحانه وتعالى yang bersifat Pemberi Anugerah dan Pemberi Ampunan.

Begitu juga sebaliknya bagi orang yang melakukan kebaikan, jangan pernah punya prasangka bahwa diri kita adalah orang yang bisa membuat banyak kebaikan dan juga janganlah menyangka bahwa ibadah bisa membuat diri kita dekat kepada Allah SWT atau bisa memasukkan diri kita ke dalam surga.... Jangan. Tapi sebaliknya berprasangka lah bahwa kebaikan yang ada pada kita adalah murni sebuah pemberian dari Allah. Sesungguhnya diri kita ini tercipta dengan watak senang berbuat maksiat dan selalu menjauh dari Allah. Andai saja kita tidak diberi pertolongan oleh Allah maka kita tidak akan pernah mau berbuat baik seperti melakukan ibadah dan ketaatan. 

Dalam hadits Nabi Muhammad SAW dikatakan
لَيَدْخُلَ اَحَدُكُمْ الجَنَّةَ بِعَمَلِهِ، قَالُوا وَلَا اَنْتَ يَارَسُولَ اللهِ، وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَدَانِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ

 “ Tidaklah seseorang diantara kalian bisa masuk surga dengan amalnya. Maka sahabat bertanya, apakah termasuk engkau ya rosulallah ? ya termasuk aku, kecuali Allah yang telah melimpahkan rahmatnya kepadaku.

Sungguh ibadah kita adalah pemberian Allah dan pemberian itu murni atas anugerah Allah sendiri, tidak sekali-kali karena amal perbuatan kita. Jadi yang seharusnya kita pegang dan andalkan adalah rahmat dan anugerah-Nya, bukan amal ibadah atau yang lainnya. 

Apabila telah kita mengetahui bahwa amal ibadah itu adalah pemberian Allah kepada kita, berarti amal ibadah itu sebenarnya adalah milik Allah SWT. Maka tidak sepantasnya bagi seorang murid meminta upah atau pahala dari ibadah yang telah kita lakukan, karena sebenarnya kita bukanlah orang yang ahli dalam berbuat amal kebaikan tapi Allah-lah yang telah memberikan kebaikan ibadah itu kepada kita. Justru kita itu seharusnya sangat bersyukur kepada Allah atas kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada kita berupa amal ibadah. Untung Allah tidak menjadikan kita sebagai orang yang ahli maksiat. Karena alamat orang yang dikasihi oleh Allah adalah orang yang dijadikan beriman dan berbuat amal ibadah dan alamat orang yang dibenci oleh Allah adalah orang yang dijadikan maksiat dan kafir.

Bagaimana orang yang bertauhid memandang nasehat ini, bahwa Amal adalah gerakan hati atau gerakan badan. Jika badan kita ini bergerak maka itu disebut beramal, begitu juga bila hati kita bergerak maka disebut beramal. Apabila badan atau hati bergerak dan mendatangkan pahala maka disebut Taat (amal baik), apabila badan atau hati kita bergerak dan mendatangkan siksa maka disebut maksiat (amal buruk). Disini kita tidak akan bicara tentang amal buruk.

Tidak ada yang bergerak didalam alam semesta ini kecuali diciptakan gerak itu oleh Allah maka baik dan buruk adalah ciptaan Allah.

Jumat, 05 Juli 2019

Dasar Dalam Mempelajari Kitab Hikam






Untuk bisa masuk ke dalam dunia tasawuf dan memahami kitab hikam ini, yang menjadi syarat utamanya adalah terlebih dahulu seseorang harus memahami ilmu tauhid. Maksudnya tidak akan bisa seseorang yang telah selesai belajar ilmu figih langsung masuk ke dalam ilmu tasawuf tanpa masuk terlebih dahulu ke dalam ilmu tauhid. 

Sedangkan untuk memahami ilmu tauhid dengan benar maka seseorang harus mengikuti tuntunan imam mazhab ahlu sunnah wal jamaah dalam bab aqidah yaitu Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidhi

Dalam penjelasanya metode untuk memahami ilmu tauhid harus melalui jalan berfikir, hingga bisa memahami dan bisa membuat kesimpulan hukum yang isinya tidak keluar dari menetapkan hukum wajib, mustahil dan jaiz. 

Seseorang yang mempelajari ilmu tauhid tanpa menggunakan metode wajib mustahil dan jaiz atau biasa disebut Hukum Akal, maka dia telah keluar dari tuntunan ulama ahlusunah wal jamaah. Andai seseorang bisa sampai berhasil memahami ilmu tauhid tanpa dengan metode tersebut maka dia tetap disalahkan karena meninggalkan kesepakatan (ijma’) ulama. Demikian pula sesorang akan disalahkan apabila dalam menetapkan hukum figih dia keluar dari tuntunan 4 imam mazhab, seperti yang dikatakan Syeh Ahmad bin Muhamad As Showi dalam kitab tafsirnya.

Didasari ilmu tauhid dan memahami hukum akal dalam memasuki dunia tasawuf itu menjadi suatu keharusan, karena selain hukum akal, ketetapan hukum yang ada hanya ketetapan hukum syar’i dan ketetapan hukum adhi (kebiasaan). Hukum syar’i itu isinya mengatur perbuatan yang wajib, sunah, haram, makruh dan mubah, biasa digunakan dalam ilmu figih. Sedangkan hukum adhi itu isinya berupa sebab dan akibat atau aksi dan reaksi, ini biasa digunakan dalam keseharian hidup kita, orang biasa menyebutnya hukum alam. 

Maka kedua hukum tersebut tidak bisa memecahkan permasalahan di dalam dunia tasawuf, yang mana berisi perkaranya bersangkutan dengan masalah takdir dan ketentuan Allah SWT, yang di dalamnya menyangkut pula masalah yang ghoib, masalah wahyu, masalah kenabian Nabi Muhammad SAW, masalah jati diri manusia, yang kesemuanya merupakan perkara yang sangat luas dan di luar kebiasaan manusia. 

Sedangkan kedua hukum tersebut hanya bersangkutan dengan masalah dhohir yang nampak dan terbatas dan juga hal yang biasa terjadi pada kebiasaan manusia, maka tidak akan bisa kedua hukum tersebut menjangkaunya. Apabila dipaksakan, maka akan terjadi penyempitan paham. Satu-satunya sarana yang bisa dipakai untuk masuk ke dalam dunia tasawuf adalah dengan hukum akal. 

Dalam dunia tasawuf banyak terjadi perkara yang keluar dari kebiasaan manusia, maka ketika seseorang membuat kesimpulan dengan hukun syar’i atau hukum adat maka akan salah kesimpulan. Yang salah itu bukan kedua hukum tadi tapi penempatannya. 

Contoh seperti orang yang rajin bekerja maka akan menjadi kaya, dalam hukum adat ini adalah ketetapan yang benar, orang yang banyak beribadah akan masuk surga, ini ketetapan yang benar menurut hukum syariah. Namun dalam dunia tasawuf tidak demikian. 

Pedoman dalam tasawuf itu mengambil dari arah keyakinan pada rukun iman yang ke enam yaitu percaya kepada takdir baik dan takdir buruk semua datang dari Allah SWT. Hingga yang terjadi di dalamnya terkadang berbeda dengan ketetapan hukum syariah dan hukum adat. 

Contoh Seseorang yang tidak punya pekerjaan bisa mendadak menjadi orang yang kaya, seorang ahli ibadah bisa masuk neraka, seseorang  yang di vonis mandul bisa saja hamil dan masih banyak contoh lainnya. Maka apabila seseorang masuk ke dalam dunia tasawuf tidak dengan hukum akal dia pasti akan berputar-putar dalam kesempitan dan akan mengalami kegagalan.

Tasawuf dan tauhid adalah dunia yang sangat luas, yang tidak bisa dimasuki kecuali dengan alat yang luas pula. Maka sesuatu yang terbatas tidak bisa dipakai untuk memasuki sesuatu yang tidak terbatas. 

Inti dari ajaran tasawuf adalah ajakan kepada manusia untuk tunduk sujud mengabdikan diri hanya kepada Allah SWT dengan membersihkan segala kekotoran yang muncul dari dalam hati. Sedangkan pada kebiasaan manusia setiap melakukan sesuatu pasti berharap mendapatkan sesuatu yang lain, ada sebab pasti ada akibat. Maka bagaimana bisa sesorang masuk dalam urusan ketuhanan dengan terpaku pada hukun adat dan hukum syariah sedangkan Allah SWT adalah sang pencipta sebab dan akibat itu sendiri, mana bisa.

Terbukti dengan ada seorang manusia yang akalnya kurang dipakai berfikir dan dia terkurung dalam hukum adat, sering kali dia mengalami kebingungan. Contoh ada seseorang dalam hidupnya telah dipenuhi segala apa yang dia butuhkan, mulai dari harta, tahta, wanita dan lain sebagainya, namun dia masih saja merasakan susah hati, resah, gundah, orang sekarang menyebut galau. Kenapa ? padahal secara materi semua telah terpenuhi dan menurut hukum adat orang tersebut harus bahagia karena telah terpenuhi semua yang diinginkan secara dhohir, tapi tetap saja masih mengalami kegalauan. 

Hingga banyak orang yang mengalami keadaan seperti itu mengambil jalan yang salah, seperti pergi ke diskotik untuk mabuk dan melupakan segala pikiran yang memusingkan. Karena menurut kebiasaan, orang yang mabuk itu akan kehilangan akal sehat hingga segala yang biasa dipikirkan akan hilang dan berubah menjadi happy bahagia. Walaupun itu hanya sesaat namum dianggap sebagai jalan keluar dan hasilnya mereka selalu gagal dalam mencari ketenangan hati. 

Kegagalan ini disebabkan oleh salahnya memilih alat dan pedoman yang mereka pakai untuk masuk ke dalam urusan hati. Maka akal yang semestinya menjadi penasehat dan penuntun, kini tidak bisa membawa dia menemukan jati dirinya dan menemukan tujuan penciptaan hidupnya. Andai hati seseorang bisa menemukan jati dirinya maka sungguh dia bisa merasakan happy, bahagia bagaikan mabuk dengan melupakan selain Allah, tanpa perlu dengan jalan memakai Narkoba. 

Karena sesungguhnya tasawuf itu bisa menjadikan seseorang mabuk dengan melupakan yang lain dan merasa happy bahagia hanya dengan mengingat Allah SWT. Seperti orang yang berzikir menyebut nama Allah disertai hati yang penuh pengetahuan hingga masuk dalam keagungan sifat-sifat Allah dan melupakan yang lain selain Allah, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, happy bagai mabuk bersama  ingatanya kepada Allah SWT. Jika jalan yang ditempuhnya benar maka hasilnya akan benar.

Untuk masuk ke dalam dunia tasawuf mari kita luaskan hati seluas-luasnya hingga bisa menerima segala kejadian yang ada di dalamnya dengan modal akal yang sehat dan keluasan hati. Karena tanpa hati yang luas kita juga tidak akan bisa memasuki samudra tauhid yang sangat luas. Sebagaimana tujuan utama ajaran tasawuf adalah bahwa segala kejadian harus kembali kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat An Nazi’at ayat 44
إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا
artinya  dan hanya kepada Tuhanmu lah segala sesuatu kembali. 

Jadi jelas sudah apa yang dibutuhkan dan menjadi dasar bagi seseorang untuk bisa masuk ke dalam dunia tasawuf secara benar. 




Jumat, 28 Juni 2019

Kitab Hikam Karya Al Imam ibnu Athoillah





بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ,  اَمَّا بَعْدُ

Buku ini adalah penjelasan dari Kitab Matan Hikam yang dikarang oleh seorang imam besar yang Alim dan Arif kepada Allah yaitu Syekh Ahmad bin ‘Athoillah. Adapun saya hanya menuliskan ke dalam gaya bahasa yang lebih mudah, supaya gampang difahami bagi orang-orang awam seperti saya dan gampang juga untuk orang yang mau mengkaji. 


Mengenal imam Ahmad ibn Athoillah as-Sakandari

Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurohman bin abdillah bin ahmad bin isa bin husain bin Atha’illah As-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Qohiroh Kairo pada 709 H/1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Beliau banyak mendapat julukan dari para ulama di zamannya,
1. Sang guru
2. Sang imam (panutan)
3. Qutbul arifin (puncaknya orang arif)
4. Penterjemah orang-orang yang wusul kepada Allah
5. Pembimbing orang yang menuju Allah
6. Pengangkat orang yang terjerumus dalam kerusakan
7. Yang berhasil menampakkan matahari kerohanian
8. Yang bisa menampilkan rahasia yang rumit
9. Orang yang sudah sampai kepada Allah dan orang yang bisa mengantar murid-muridnya kepada Allah
10. Tajuddin (mahkota Agama) abul Fadhol nama kuniahnya dan mendapat julukan dari gurunya syeh abul abbas almursi dengan nama “Mufti Madzhabaein” artinya orang yang bisa memberi fatwa pada dua mazhab yaitu mazhab fiqih dan mazhab tasawuf.

Masa kecilnya hidup di bawah bimbingan sang ayah yang merupakan tokoh ahli figih, hingga beliau tumbuh menjadi ahli figih dan pengajar dalam ilmu tersebut. Namun sang ayah termasuk salah satu dari ahli figih yang kurang sejalan dengan ajaran para ulama tasawuf. Berbeda dengan sang anak yaitu syeh ibn athoillah, beliau merupakan tokoh ahli figih yang mau mencari tahu kebenaran. Hingga beliau berusaha mendekat kepada tokoh-tokoh tasawuf pada masa itu. 

Salah satu tokoh tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri Tarikat Al-Syadziliyah yang kemudian menjadi guru dan pembimbingnya dalam tasawuf. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus Mursyid ke tiga dari tarikat Al-Syadzili.

Banyak buku karangan beliau dari berbagai disiplin ilmu hingga tidak kurang dari 20 kitab. Yang akan saya terjemahkan disini adalah salah satu dari karangan beliau yang termasyhur dan hampir setiap ulama tasawuf pasti membaca kitab ini yaitu kitab Al-Hikam.

Hikam adalah kata jamak dari hikmah yang artinya kalimat-kalimat singkat yang kaya makna. Menurut Syeh Muhamad Hayat Assindi di dalam kitab ini terkumpul 264 hikmah, yang nanti akan dijelaskan hikmah per hikmah. Diantara keistimewaan kitab hikam ini seperti dikatakan oleh ulama

لَو جَازَتِ الصَّلَاةِ بِشَئٍ غَيْرِ القُرْآنِ لَجَازَتِ الحِكَامِ لِإِبْنِ عَطَاءِاللهِ

 “Andaikata bacaan surat di dalam sholat itu boleh digantikan maka kitab hikam ini adalah salah satu yang patut dijadikan penggantinya”. Maka kitab ini salah satu diantara kitab yang paling banyak di beri syarah hingga lebih dari 10 pensyarah.

24 Syawal  1440
Kampung Bambu Kuning, Marunda.