AHLAN WASAHLAN DI BLOG PONDOK PESANTREN NUR AL TAUHID MARUNDA JAKARTA UTARA

Jumat, 10 Februari 2012

TAUHID HANYA SATU TIDAK ADA PEMBAGIAN TIGA TAUHID



Sekapur Sirih

Seorang muslim sejati adalah orang yang meyakini dengan sebenar-benar keyakinan bahwa Allah Ta’ala satu-satunya Tuhan yang wajib dan berhaq disembah. Keyakinan inilah yang membedakan antara orang mu’min dan orang kafir.

Dalam Agama Islam dikenal dengan Ilmu Tauhid, yaitu Ilmu yang mempelajari dan membahas tentang Aqidah atau keyakinan orang mu’min berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan, rupanya Aqli dan Naqli.

Sayangnya akhir-akhir ini ada hal yang sangat meresahkan yaitu adanya pembagian tauhid kepada Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah. Bagaimanakan sebenarnya pembagian tersebut ? jawabannya akan anda temukan di Blog ini.

APAKAH ADA PEMBAGIAN TAUHID

Tauhid itu adalah Mengesakan Allah Ta’ala. Sedangkan Ilmu Tauhid Adalah Ilmu yang membahas pengokohan keyakinan Aqidah dalam Agama Islam dengan menggunakan dalil-dalil yang sangat meyakinkan yaitu Dalil Aqli dan Dalil Naqli yang pasti kebenarannya sehingga bisa menghilangkan semua Keragu-raguan. 

Ilmu Tauhid juga merupakan ilmu yang bisa menyingkap kebatilan orang-orang kafir, keracunan, kedustaan dan virus-virus yang mereka tebarkan. 
Dengan Ilmu Tauhid jiwa seseorang akan menjadi kokoh dan hatipun akan tenang dengan tertanamnya keimanan yang benar. 

Dinamakan Ilmu Tauhid karena pembahasan pokok dan yang terpenting didalamnya adalah membahas tentang Ketauhidan (mengesakan Allah Ta’ala). Sehingga Ilmu Tauhid adalah semulia-mulia ilmu karena didalamnya membahas tentang Dzat dan Sifat yang Mulia yaitu Allah Ta’ala

Sayangnya akhir-akhir ini ada hal yang sangat meresahkan yaitu munculnya pembagian tauhid kepada Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah. Orang yang pertama kali melakukan pembagian Tauhid seperti ini adalah Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H). Padahal dia adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari HarranTurki

Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Ini adalah hal yang aneh bukan ? Padahal di zaman Nabi, sahabat dan Tabi’in maupun ulama salafus sholeh tidak ada pembagian seperti itu. Dia berpendapat tentang pembagian Tauhid ini, bahwa “Sesungguhnya Rosul tidak diutus kecuali untuk menyampaikan Tauhid Uluhiyah yaitu mengesakan Allah dengan cara beribadah dan Tauhid Rububiyah yaitu meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta, maka tidak ada satupun dari orang-orang musyrik maupun orang-orang mu’min yang menentang hal ini.”

Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan, “Orang-orang yang bertawasul kepada para Nabi, para Wali, dan meminta Syafaat dari mereka serta memanggil-manggil dalam kondisi kesulitan maka mereka adalah menyembah kepada para Nabi dan Wali, dan mereka telah Kufur.”

 

Bahkan Muhamad bin Abdul Wahab yang merupakan penyebar pembagian tauhid ini, dia berkata, “Sesungguhnya kekafiran mereka lebih keji daripada kekafiran para penyembah berhala.”

 

Perkataan Ibnu Taimiyah yang seperti ini jelas tidak sesuai jelas tidak sesuai dengan nash-nash yang terdapat dalam Al-Qua’an dan Hadist. Sebab Rosulullahصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak pernah mengatakan kepada para Sahabatnya ketika masuk islam: “Bahwa didalam Agama Islam itu ada dua macam tauhid, yaitu tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah, dan engkau tidak dikatakan sebagai seorang muslim sehingga engkau bertauhid Uluhiyah dan tidak dikatakan sebagai seorang mu’min sehingga engkau bertauhid Rububiyah” tidak ada kalimat seperti ini maupun isyarat ke arah itu. Dan juga para ulama salaf tidak pernah mengajarkan pembagian seperti ini kepada generasi selanjutnya.

 

Pembagian seperti ini juga tidak memiliki dasar, karena Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang wajib disembah, tidak boleh dipilih Allah sebagai Ilahi atau sebagai Robb. Sebab memilah-milah tersebut akan merusak Aqidah kita.

 

Adapun perkataan Ibnu Taimiyah selanjutnya yaitu, “Sesungguhnya orang-orang yang bertawasul kepada para Nabi, para Wali, dan meminta syafaat kepada mereka serta memanggil-manggil mereka ketika dalam keadaan sulit, maka mereka telah menghambakan dirinya kepada para Nabi dan para Wali, dan mereka telah Kufur.” Maka perkataan tersebut tidak bersumbar dari Al-Qur’an dan Hadist.

 

Sebab Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  mengajarkan dan mencontohkan kepada para sahabatnya untuk bertawasul. Diriwayatkan bahwasannya Rosulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  mengajarkan kepada seorang lelaki buta untuk bertawasul dengan menyebut nama beliau. Kemudian laki-laki itu pergi dan secara tersembunyi bertawasul dengan menyebut nama Nabi   صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  Selanjutnya lelaki itu datang kembali menemui Nabi  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  dalam keadaan sudah bisa melihat.

 

Adapun kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  kepada laki-laki itu adalah : “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dan bertawajjuh dengan kemulyaan Nabi-Mu Muhamad  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, Nabi pembawa Rohmat” atau dengan ucapan “Wahai Nabi Muhamad  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , sesungguhnya aku betawajjuh kepadamu atas kemulyaanmu sebagai pembawa rohmat untuk meminta kepada Allah agar mengabulkan doaku......”(hadits shohih riwayat Ath-Thobroni).

 

Jadi, bertawasul itu telah diajarkan dan dipraktekkan olah para sahabat dan salafus sholeh. Bagi yang ingin mendalami masalah ini silahkan merujuk kepada kitab-kitab Ulama Ahlus sunah Wal Jama’ah yang mu’tabar.

 

Adapun tentang dibolehkannya meminta syafaat dalilnya banyat banyak sekali, antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Imam kita yaitu Imam Al-Bukhori رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  berikut ini:

“Tatkala tiba Hari Kiamat, manusia satu sama lainnya dalam kebingungan. Mereka lalu mendatangi Nabi ‘Adam. Mereka berkata berilah kami syafaat dihadapan Tuhanmu.” Nabi ‘Adam berkata kepada mereka, “Aku tidak berhak memberi syafaat itu, akan tetapi hendaknya kalian menemui Nabi Ibrohim, karena sesungguhnya dia adalah kekasih Allah Ar-Rohman.” Maka mereka mendatangi Nabi Ibrohim dengan permintaan yang sama. Kemudian Nabi Ibrohim berkata, “Aku tidak berhak untuk itu, akan tetapi hendaknya kalian menemui Nabi Musa, sesungguhnya dia adalah orang yang diajak bicara oleh Allah.” lalu mereka mendatangi Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa berkata, “Aku tidak berhak untuk itu, akan tetapi hendaknya kalian menemui Nabi ‘Isa karena sesungguhnya Nabi ‘Isa itu adalah Ruh dan Kalimat Allah. mereka lalu mendatangi Nabi ‘Isa. Kemudian Nabi ‘Isa berkata, “Apabila kalian memiliki sesuatu kemudian kalian simpan ke dalam kotak dan kalian kunci, bisakah kalian ambil sesuatu itu bila tetap kunci ? Maka temuilah Nabi Muhamad karena dialah yang memegang kunci syafaat.” Lalu mereka semua menemui Nabi Muhamad   صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  Kemudian Nabi Muhamad berkata, “ mereka mendatangi aku, dan aku katakan Aku berhak untuk itu. Aku lalu meminta izin kepada Tuhanku, maka Tuhanku memberi izin kepadaku dan memberi ilham kepadaku berupa pujian yang kemudian aku memuji Allah dengan Pujian itu. Pujian-pujian itu tidak datang kepadaku sekarang ini. Lalu aku memuji Allah dengan pujian-pujian itu dan mengakhirinya dengan bersujud. Kemudian Allah berfirman kepadaku ‘Wahai Muhamad angkatlah kepalamu, dan berkatala maka perkataanmu akan didengar, memintalah maka permintaanmu akan diberikan, dan berilah syafaat maka syafaatmu akan diterima.’ Aku lalu berkata ‘Wahai Tuhanku, Umatku.... Umatku....’ kemudian Allah berkata, ‘Wahai Muhamad, pergilah dan keluarkanlah mereka dari sana (neraka) orang-orang yang didalam hatinya terdapat keimanan sebesar biji gandum.’ Aku lalu pergi dan melakukan apa yang diperintahkan...... (HR. Al-Bukhori).

 

 

Hadits tentang syafaat ini jumlahnya sangat banyak sehingga mencapai derajar mutawatir. Semuanya menyatakan keabsahan adanya syafaat diakhirat dan diperuntukkan bagi orang-orang mu’min yang berdosa. Ulama salaf dan kholaf dari golongan Ahlus Sunah juga bersepakat tentang adanya syafaat.

 

Oleh kerena itu, bagi umat islam hendaknya belajar dari kitab-kitab peninggalan ulama yang kualitas keilmuannya tidak diragukan lagi. Dan dalam urusan agama serahkanlah kepada ahlinya yaitu para ulama yang merupakan pewaris-pewaris para Nabi. Allah Ta’ala berfiman, “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Al-Anbiyaa’ : 7).

 

Demikian sekelumit yang bisa kami paparkan tentang pembagian Tauhid yang batal. Maka berhati-hatilah mencari guru dalam belajar ilmu tauhid. Karena melencengnya kita dari makna Tauhid yang benar maka kita akan Kafir, tetapi melencengnya kita dalam belajar Fiqih maka tidak sampai kafir, akan tetapi dihukum ma’siat.

 

Maka perhatikanlah hal ini !!!!!   وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar